BlogDetik86 - Anggota Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu menilai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tidak cakap memimpin lembaga tersebut.
"Sesuai penjelasan Sestama BNPB di hadapan komisi VIII, BNBP sudah menghabiskan lebih dari 500 miliar untuk pemadaman titik api. Hasilnya nihil. Uang sebanyak itu sekarang berubah jadi abu, namun kebakaran masih terjadi dan asap semakin mengganggu," kata anggota Komisi VIII DPR RI itu lewat pesan singkat yang diterima, Minggu (11/10/2015).
Alasan dirinya menyebut Kepala BNPB tidak cakap mengendalikan lembaga tersebut lantaran kabut asap yang meresahkan masyarakat semestinya sudah bisa dipadamkan.
"Apalagi, anggaran yang dipergunakan sudah terlalu banyak. Kepala BNPB dinilai tidak kooperatif dengan komisi VIII DPR RI. Semestinya, Senin (12/10) komisi VIII memanggil kepala BNPB. Tetapi dengan dalih sedang memantau pemadaman api yang tidak padam-padam itu, kepala Badan sejak kemarin meminta dijadwal ulang," katanya.
Menurutnya, DPR ingin mendengarkan penjelasan apa yang telah dilakukannya dalam memadamkan titik-titik api yang ada. Karena komisi VIII juga sangat resah dengan kondisi saat ini.
"Dengan sikap seperti ini, kami khawatir terhadap masa depanBNPB. Kalau kepemimpinan BNPB yang lalu sangat kooperatif. Kita selalu mendapatkan penjelasan yang meyakinkan. Selain itu, pemerintah dalam hal ini BNPB sebagai leading sector yg harus memadamkan kebakaran hutan dinilai sangat memalukan," kata Khatibul.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, negara-negara lain terpaksa dilibatkan untuk memberikan bantuan memadamkan kebakaran hutan.
"Kalaupun nanti titik-titik api sudah mati dan asap telah hilang, dipastikan bukan prestasi kepala BNPB. Tetapi, itu adalah karena bantuan asing dan juga karen hujan yang sudah mulai turun," katanya.
Khatibul menyebutkan, Komisi VIII tidak menolak bantuan asing terkait bencana asap yang terjadi. Namun soal teknis operasional pemadaman di lapangan seharusnya dilaksanakan oleh BNPB.
"Sebab melibatkan pihak asing dalam mengatasi kebakaran itu sama saja dengan membuka jalan bagi pihak luar untuk mengetahui secara detail daerah teritorial Indonesia sehingga kedaulatan kita terancam," katanya. tribunnews.com
EmoticonEmoticon