BlogDetik86, IBerbagai kasus terus digulirkan menyerang gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama, oleh lawan politik guna menjegal keberadaannya maju kembali di pilgub 2017. Salah satu topik yang masih hangat terkait pengadaan tanah rumah sakit Sumber Waras.
Haji Lulung sebagai wakil pimpinan DPRD DKI adalah satu dari sekian banyak orang yang begitu bernafsu untuk melihat Ahok memakai baju orange KPK. Hasil audit BPK yang menyebutkan adanya kerugian negara yang semula sebesar 191 M tapi kemudian dikoreksi menjadi 173 M, dipercaya sepenuhnya oleh H. Lulung.
Saking semangatnya mempercayai hasil audit BPK bahkan dalam debat yang disiarkan oleh Kompas TV, malah "selip lidah" dan menjadi bahan tertawaan netizen di media sosial.
"Oh iya, dong, sekarang begini, kita mau percaya sama BPK atau tidak? BPK itu lembaga audit yang berdasarkan undang-undang didirikan oleh negara." "Sekarang audit BPK itu, itu tidak ada yang tidak bohong,"
kata Lulung dalam video berjudul "Keceplosan..!!! Haji Lulung Sebut Audit BPK Bohong,". Kita lupakan sejenak mentertawakan pernyataannya tersebut terkait kasus Sumber Waras ini dan mari kita sedikit mundur kebelakang saat terjadi kasus UPS yang melibatkan perseteruan antara Pemprov DKI dan DPRD. Dalam kasus inipun H.Lulung juga sempat terselip lidah menyebutnya dengan USB. Namun ada satu lagi yang tercatat di google atas sikapnya terhadap hasil audit BPK.
Waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, pengadaan alat UPS tahun 2014 tidak melalui pembahasan antara DPRD DKI dan pihak eksekutif. BPK menyatakan, pengadaan alat tersebut merupakan hasil rapat internal Komisi E DPRD.
Berdasarkan draf laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan Provinsi DKI Jakarta tahun 2014, BPK menyatakan, pengadaan UPS tidak tercantum dalam rencana kerja dan anggaran (RKA) eksekutif, baik di BPAD maupun di masing-masing suku dinas.
"...Penambahan kegiatan pengadaan UPS tersebut pada anggaran BPAD dan anggaran masing-masing sudin didasarkan pada hasil pembahasan internal Komisi E DPRD DKI Jakarta yang hanya ditandatangani Pimpinan Komisi E," tulis BPK di halaman 241 draf tersebut.
"Kegiatan dalam hasil pembahasan internal Komisi E DPRD DKI Jakarta tersebut tidak melalui mekanisme pembahasan rancangan APBD (RAPBD) antara DPRD selaku pihak legislatif dan gubernur selaku pihak eksekutif (yang diwakili oleh tim anggaran pemerintah daerah dan satuan kerja perangkat daerah)." Saat itu seperti diketahui bahwa Komisi E tahun anggaran 2014 masih diketuai oleh H. Lulung.
Menanggapi hal ini H. Lulung pun membantahnya dan bahkan mengatakan hal tersebut sebagai kebohongan. "Itu baca di mana ya? Enggak ada itu, pasti bohong. Enggak bisa dong kita main bahas-bahas sendiri saja. Logikanya, kalau kita bahas sendiri, uangnya dari mana?" ujar Lulung, Selasa (18/8/2015). Berdalih bahwa kasus UPS ini telah masuk ke jalur hukum dan ditangani oleh Bareskrim, pansus yang dibentuk oleh DPRD pun lalu tidak membahasnya sama sekali Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kemungkinan akan beda ceritanya bila kasus ini yang menangani adalah KPK. Data BPK tersebut pastinya akan ditelusuri lebih jauh dan tidak menutup kemungkinan ada anggota DPRD yang terlibat. Seperti diketahui kebanyakan anggota parlemen yang dikandangkan dilakukan oleh komisi rasuah ini.
Yang menarik dari 2 kasus diatas adalah bagaimana seorang Haji Lulung menyikapi hasil laporan BPK. Dalam masalah Sumber Waras dia meyakini 100% kebenaran hasil audit BPK dan dianggap seperti kitab suci yang tidak bisa salah, namun ketika BPK menyodorkan data adanya kejanggalan anggaran UPS yang melibatkan diri serta koleganya di DPRD, dianggap suatu kebohongan.
Perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh Haji Lulung ini pun semua terekam oleh google yang tidak akan terhapus dan bisa dibaca oleh anak cucu kita nanti. Google kok dilawan.....Kompasiana.com
baca juga :
EmoticonEmoticon