Tegas!!!, Jokowi: Stop Proyek Survei!

16.01.00

BlogDetik86 – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekecewaan atas data yang selama ini diberikan oleh Kementerian Lembaga (K/L). Bukannya membantu, data tersebut justru menimbulkan keraguan saat pengambilan keputusan.
Ada beberapa K/L yang disebutkan langsung oleh Jokowi, lengkap dengan data yang disediakan. Ini disampaikan saat Jokowi melakukan pencanangan sensus ekonomi 2016 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26 /4/2016).
Di antaranya adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk data kemiskinan. Kemudian data pangan yang tersedia di Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementeran Perdagangan (Kemendag).
“Data mengenai misalnya produksi beras kita, beda-beda semua. bagaimana saya memutuskan untuk tidak impor, kalau datanya meragukan, Kementan seperti ini, Kemendag seperti itu, BPS seperti ini, lapangannya saya lihat berbeda lagi,” paparnya.
Kementerian lainnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk data tenaga kerja.
Jokowi kemudian meminta instansi tersebut menghentikan survei yang selama ini dilakukan. Data yang boleh menjadi pegangan adalah dari Badan Pusat Statistik (BPS).
“Nggak, cukup. Orientasinya tidak lagi proyek. Kementerian ini cari proyek survei, kementerian ini ada proyek cari data. Setop, setop, setop,” tegas Jokowi.
Menanggapi hal tersebut, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perbedaan data tersebut karena masing-masing memiliki kepentingan yang terkadang berbeda-beda.
“Harusnya hanya data BPS saja, supaya jangan terpengaruh dari kepentingan kementerian,” tegas Darmin di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Oleh karena itu, Darmin berharap data yang selama ini sudah ada bisa disatukan dengan data BPS.
“Berbagai data yang selama ini masih berbeda antar kementerian, itu mulai sekarang harus disatukan, data dari BPS. Bukan dari masing-masing kementerian,” paparnya.
Menurut Darmin ini tentunya berlaku untuk semua data. Baik pertanian, perindustrian, perdagangan, tenaga kerja, kemiskinan, dan yang lainnya. “Sehingga, dalam pengambilan keputusan dan kebijakan itu menjadi lebih akurat,” tegas Darmin.
Sementara itu Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mengakui perbedaan tersebut memang terjadi selama ini.
Kementerian Pertanian adalah salah satu yang disebut Presiden Jokowi sebagai instansi yang menyajikan data berbeda dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan adanya arahan Presiden Jokowi tersebut, Amran akan menghentikan semua survei dan mengacu kepada Badan Pusat Statistik (BPS).
“Iya benar (akan dihentikan),” tegas Amran di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Data yang telah ada, kata Amran, akan diserahkan kepada BPS untuk disempurnakan.
Amran mengakui pentingnya data dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah, khususnya di bidang pangan.
“Selalu sinergi dengan BPS. Ini kemarin rapat minggu lalu semua jajaran seluruh Indonesia dengan BPS,” jelasnya.
Amran tidak dapat menyebutkan besaran anggaran survei yang dimiliki instansinya pada 2015 lalu. Namun ke depan, dipastikan data BPS akan menjadi pegangan.
“Sudah ditunjukan bahwasanya sekarang data itu disempurnakan. Kita koordinasikan dengan BPS,” tegas Amran.
Sebelumnya perbedaan data antara Kementerian Pertanian (Kementan) dengan Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian juga mendapat sorotan dari Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Viva Yoga Mauladi.
Perbedaan data yang menjadi perhatian Viva adalah mengenai importisasi jagung.
Menurut Viva akurasi data itu penting maka dari itu perlu ada keterbukaan.
“Data yang sekarang kan bernuansa politis, jadi misalnya ada penurunan tidak diekspose. Saya kira BPS juga harus serius validasi data itu,” ujar Viva, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (25/4/2015).
Kementerian lain yang oleh Presiden Jokowi disebut menyajikan data berbeda adalah Kementerian Tenaga Kerja.
Perbedaan data tenaga kerja yang disajikan Kementerian Tenaga kerja berbeda dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
Menanggapi hal tersebut Menaker, Hanif Dhakiri mengatakan bahwa instansinya selama ini tidak melakukan survei. Data yang dimiliki merupakan hasil olahan dari data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Misalnya data yang terkait dengan angkatan kerja, penyerapan lapangan kerja, dan pengangguran serta yang lainnya.
“Kalau kami kan hanya mengolah data saja. Misalnya data angkatan kerja, kami kan nggak survei. Kita hanya mengacu ke BPS,” ungkap Hanif di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Namun ada beberapa data yang memang diterima dari kementerian lain dan pemerintah daerah (Pemda) dalam bentuk laporan yang kemudian diolah oleh Kementerian. Biasanya terkait dengan laporan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Tapi biasanya untuk hal-hal tersendiri sejauh yang diperlukan,” imbuhnya.
Namun Hanif tidak menampik bila kemudian dalam laporan kepada Presiden Jokowi, ada data yang berbeda dengan kementerian lainnya. Sebab kementerian memiliki cara mengolah yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya.
“Dasarnya sama, cara mengolahnya saja yang bisa beda. Karena biasanya ada perbandingan dengan World Bank juga. Jadi memang data memang harus dibenahi biar sama,” terang Hanif.JurnalPolitik.com
baca juga :

Adhyaksa Dault Gugur dalam Bursa Calon Gubernur dari Partai Demokrat

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »